FANFICTION
AUTHOR : Annisa Dama
Pesta kelulusanku akan diadakan besok malam tetapi aku paling anti dengan yang namanya pesta. Apalah segala pakai gaun, high heels, dan semacamnya. Mana aku betah memakai benda semacam itu. Sebenarnya aku tidak mau datang ke acara itu, tapi berhubung Ibu panti menyuruhku –ani, lebih tepatnya memaksaku- untuk datang ke acara itu, mau tidak mau aku harus datang ke acara itu, acara yang amat sangat aku benci. Pesta adalah kenangan buruk yang tidak akan pernah aku lupakan.
Oh iyaa , aku lupa memperkenalkan namaku. Namaku Do Hyun Ah, lulusan Seoul High School. Baru saja aku lulus, hanya tinggal besok aku merayakannya. Mau tau kenapa aku sangat membenci dengan yang namanya pesta ? Heran kan padahal semua orang menyukai pesta dan aku tidak ? Walaupun besok adalah terakhir kalinya aku bertemu dengan teman-temanku. Aku suka bertemu teman-temanku tapi aku tidak mau bertemu di acara yang sangat aku benci.
FLASHBACK……
Seorang gadis kecil mengikuti mamanya kemana pun mamanya melangkah. Gadis itu memakai gaun berwarna broken white dan sepatu flat shoes berwarna senada. Hyun Ah –nama gadis itu- dan mamanya sedang berada di pesta seorang kolega ternama di daerah Busan. Hyun Ah sedang berjalan-jalan sendirian di sekitar pinggiran pantai (pestanya dekat pantai). Pada saat Hyun Ah sedang asik bermain di sekitar pantai, tiba-tiba seorang laki-laki dewasa menghampirinya. Hyun Ah sangat ketakutan dan ia ingin segera menjauh dari laki-laki tersebut tetapi dia tidak bisa melakukannya.
“Hari ini, di pesta ini, akan menjadi hari terakhir dimana kamu dapat melihat eomma tersayangmu,” kata laki-laki itu.
Hyun Ah tidak mengerti apa maksud dari pembicaraan orang tersebut. Jika dia menjawabnya akan menjadi sulit, lebih baik dia diam.
Hyun Ah’s POV
“Hyun Ah, dimana kamu sayang?” teriak eomma.
“Eomma, Hyun Ah disini.”
Eomma langsung menghampiriku. Tetapi pada saat eomma mau menghampiriku, eomma terlihat kaget melihat seorang pria yang berada di sampingku.
Author’s POV
“Kau apakan anakku?” Tanya eomma kepada pria tersebut.
“Tidak aku apa-apakan anakmu. Aku hanya memberitahu sesuatu yang penting ke anakmu, tidak ada lagi. Hanya itu,” Jawab laki-laki itu.
Laki-laki itu pergi dari tempat Hyun Ah dan mamanya berada. Tetapi sebelum pergi, lelaki itu membisikkan sesuatu ke eommanya Hyun Ah.
“Bersenang-senanglah dengan anakmu sekarang. Buatlah kenangan yang tidak akan anakmu lupakan dan ingat sebentar lagi kau akan segera menemui ajalmu. Selamat tinggal,” ucap lelaki itu sambil berlalu.
Aku melihat laki-laki itu membisikkan sesuatu dan setelahnya eomma langsung menangis terisak. Aku pun bingung apa yang harus aku lakukan.
“Eomma, waeyo ? Kenapa eomma menangis ? Apa yang ahjussi itu katakan ?”
“Tidak, sayang. Tadi pada saat ahjussi itu pergi, mata eomma kemasukkan pasir terus eomma melihat kamu bingung eomma berakting saja supaya kamu bingung kenapa eomma menangis terisak.”
“Eomma tidak lucu. Masa anak kecil dikerjain begitu, sih.”
“Memang tidak boleh, ya? Anak kecil aja boleh ngerjain orang dewasa masa orang dewasa tidak boleh ngerjain anak kecil. Kamu tidak adil.”
“Sudahlah, hal kayak gini aja eomma permasalahkan. Eomma kekanakan.”
“Ih, anak kesayangan eomma berlagak jadi orang tua. Sok tua kamu.”
“Terserah eomma mau bilang aku apa. Oh iyaa eomma, tadi ahjussi itu bilang katanya hari ini terakhir aku melihat eomma, apa maksudnya eomma ?”
Begitu aku kasih pertanyaan itu, eomma langsung tersentak dan dengan sigap langsung memelukku.
“Hyun Ah, nanti kamu jadi orang sukses yaa, jadi anak yang pintar. Nanti kalo eomma tidak ada di samping Hyun Ah, jangan lupakan eomma ya,” kata eomma sambil terisak. Akupun mengangguk.
Aku menjadi bingung, kenapa begitu aku menanyakan pertanyaan yang ahjussi itu bilang, eomma langsung berperilaku yang sangat aneh menurutku. Seseorang dari dalam rumah kolega tersebut memanggilku dan eomma untuk masuk ke dalam. Pada saat aku dan eomma masuk ke dalam rumah tersebut, seorang lelaki paruh baya mengarahkan pistolnya persis di depan eomma dan selanjutnya lelaki itu menembakkan pelurunya kearah perut eomma. Kejadian itu dengan nyata terlihat oleh mataku sendiri. Tubuh eomma ambruk persis di sampingku dan memuncratkan darahnya ke seluruh badanku.
“Eomma, ireona. Apa yang terjadi eomma ? Jangan tinggalin aku,” teriakku sambil menangis.
“Maafkan eomma sayang, eomma tidak menjadi eomma yang baik buat kamu. Jaga dirimu baik-baik ya sayang, jeongmal mianhae.”
“Eomma, eomma tidak salah apa-apa, eomma jadi eomma yang baik buat aku, jangan tinggalin aku,” ucapku sambil memeluk eomma, mungkin ini menjadi pelukanku yang terakhir dengan eomma.
“Jeongmal mianhae sayang, eomma mencintaimu.”
Tak lama kemudian eomma tidak bergerak, tidak bernafas. Tidak, ini tidak mungkin. Tidak mungkin eomma meninggalkanku untuk selamanya.
“EOMMAAAAA, ANDWEEEEE. Jebal, Ireona. Jangan tinggalin aku sendiri eomma. Eomma bangun,” isakanku menjadi-jadi. Kulihat lelaki itu meninggalkanku dan eomma di rumahnya yang sangat besar. Sebelumnya, dia berbalik dan berkata…
“Wah, ada melodrama disini. Ternyata bukan hanya di drama saja yang ada adegan seperti ini, di kehidupan nyata pun ada dan baru saja aku yang membuat cerita di balik semua ini. Kasihan sekali dirimu, nak. Harus melihat kejadian yang mengharukan dan mungkin ini akan menjadi pesta perpisahan terburukmu. Kehilangan eomma tercinta. Tapi apa boleh buat ini sudah perjanjian antara saya dan eomma kesayanganmu itu. Selamat tinggal gadis manis,” ucap lelaki itu.
“Ahjussi, kau jahattttt,” ucapku tak terkendali.
“Apa kau bilang gadis kecil ? Kau bilang aku ini jahat ? Dasar anak kecil kurang ajar.”
PLAKKK !!!
Sebuah tamparan keras menggenai pipiku hingga mengeluarkan darah dari sudut bibirku dan lelaki itu bergegas pergi keluar dari rumahnya. Aku sudah tidak peduli dengan rasa sakit yang berada di pipiku. Tapi rasa sakit ditinggalkan eomma tersayang di depan mataku sendiri merupakan rasa sakit yang teramat dan tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Aku meratapi nasibku sekarang. Di depan mataku masih terlihat jelas baagaimana eomma meninggalkanku untuk SELAMANYA. Aku bingung. Aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ingin aku berteriak tetapi aku tidak bisa melakukannya. Terasa sulit mengeluarkan kata-kata yang jelas ingin aku keluarkan. Aku menangis sejadi-jadinya. Mngkin dirumah ini tidak ada orang selain aku dan eomma yang sudah menjadi dingin. Aku sudah punya siapa-siapa lagi selain eomma yang sekarang sudah meninggalkan aku.
Aku menangis sejadi-jadinya. Kulihat ada bayangan kaki menuju tempatku.
“Ahgassi, jeongmal mianhae, aku tidak bisa membantumu tadi. Ayo, kubantu kamu membawa eommamu ke rumah sakit untuk diurus jenazah eommamu ini,” terang ahjumma yang belum aku kenal.
Aku mengangguk lemah dan membantu ahjumma itu untuk membawa eommaku ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, eomma langsung dilarikan ke ruang UGD dan dilanjutkan menuju ruang jenazah untuk diurus. Aku tidak kuasa menahan tangis dan ahjumma itu memelukku dengan penuh kasih sayang.
“Kau masih memiliki keluarga ?” Tanya ahjumma itu.
Aku hanya menggeleng. Bagaimana bisa aku mempunyai keluarga yang lain, keluargaku satu-satunya saja sudah pergi meninggalkan aku sendirian di dunia ini.
“Appamu ?”
“Appaku meninggalkanku dan eomma dan sekarang eommaku meninggalkan aku sendiri.”
Aku kembali menangis sejadi-jadinya. Ahjumma itu kembali menenangkanku. Akupun kembali tenang dalam pelukannya. Bajuku masih berlumuran darah. Baju ini adalah hadiah terakhir dari eomma. Sembari menunggu jenazah eomma yang sedang diurus, ahjumma itu membantuku untuk membersihkan bajuku dan menggantinya dengan gaun hitam.
Setelah semua selesai diurus, jenazah eomma dibawa oleh ambulance menuju tempat pengkremasiannya. Aku membawa foto eomma. Jenazah eomma sudah berubah menjadi abu dan siap ditebarkan di laut.
Selesai upacara pemakaman, aku dan ahjumma itu pulang. Aku pulang mengikuti ahjumma itu, aku sudah tidak punya apa-apa lagi.
“Ahjumma, bolehkah aku ke rumahku dulu. Aku ingin mengambil sesuatu disana.”
“Baiklah, ahjumma temenin yaa.”
Aku dan ahjumma menuju rumahku yang dulu aku tempati dengan eomma. Sesampainya, aku dan ahjumma masuk. Ahjumma duduk di kursi dan aku masuk kedalam kamar untuk mengambil barang-barang yang sangat berarti buat aku. Aku memasukkan baju-bajuku ke dalam koper. Mulai hari ini aku tidak akan tinggal di rumah ini lagi.
Aku menuju ruang tamu dan menghampiri ahjumma itu.
“Ahjumma, jeongmal mianhae telah merepotkan ahjumma. Apalagi aku akan tinggal dengan ahjumma. Jeongmal mianhae.”
“Tidak apa gadis manis. Nanti kau akan bertemu dengan teman-temanmu yang lain di rumah ahjumma. Oh iyaa, nama kamu siapa?”
“Hyun Ah. Do Hyun Ah imnida.”
“Nama yang bagus. Nama ahjumma Park Ji Eun imnida. Sekarang kita menuju rumah ahjumma, yuk.”
Aku mengangguk menjawab pertanyaan Ji Eun ahjumma.
“Ada yang ketinggalan?”
Aku menggeleng.
“Baiklah ayo kita pergi.”
Aku menatap rumah itu dan mengucapkan selamat tinggal.
FLASHBACK END……..
Hyun Ah’s POV
Begitulah kisahku sewaktu aku masih kecil. Sangat memilukan bukan? Rasa sakit itu masih jelas terasa di dalam lubuk hatiku. Tidak mungkin aku bisa melupakan kejadian memilukan itu. Untung saja ada Ibu panti –ahjumma yang menolongku- yang selalu memberikan kasih sayang kepadaku. Mungkin kalau tidak ada Ibu panti, aku sudah bunuh diri sepertinya? Aku berterima kasih kepada Tuhan karena telah mengirimkan eomma kedua yang sangat baik kepadaku.
“Hyun Ah, cepat kebawah sekarang,” teriak Ibu panti yang sudah kuanggap sebagai eomma.
“Ne, arraseo. Chamkaman eomma.”
Aku segera menuruni anak tangga dengan cepat.
“Ada apa eomma? Sepertinya penting sekali?”
“Iya, ini sangat penting. Urgent. Demi kelangsungan acara kamu besok, kamu akan ditemani HaeNa eonni membeli perlengkapan yang akan dibutuhkan kamu besok. Dia sangat ahli dalam hal seperti itu.”
“MWO??? Aku tidak mau, eomma. Aku bisa membeli perlengkapan yang ribet itu sendiri.”
“Eomma tidak yakin kamu akan membeli itu semua. Kamu itu terlalu tomboy dan tidak mungkin kamu mengerti pernak-pernik seperti itu. Pokoknya kamu harus mau, ARRASEO?”
“YAK!!! Eomma kira aku tidak mengerti hal-hal seperti itu. Aku bisa mem-,” ucapku terputus oleh eomma.
“Kalau sekali lagi kamu berani membantah, tidak akan ada yang namanya uang jajan tambahan + jalan-jalan sama teman,” jelas eomma penuh penekanan di setiap kata-katanya.
“Ne, arraseo eomma,” sekalinya eomma sudah berkata seperti itu, aku sudah pasrah. Daripada aku tidak mendapatkan uang jajan tambahan, mendingan aku menurutinya, iya kan?
“Sekarang kamu segera bersiap-siap. Sebentar lagi HaeNa eonni akan datang.”
“Ne, eomma. Aku keatas dulu ya.”
Akupun bergegas menuju kamarku dan mandi. Setelah mandi, aku memakai baju yang tidak mungkin ada unsur feminim. Aku memakai celana dibawah lutut, memakai kaos polos + kemeja, dan sepatu sneakers berwarna abu-abu. Selesai persiapan, aku menuju ruang makan. Disana ada eomma yang sedang menyiapkan makanan untuk aku karena anak-anak yang lain sudah pergi sejak pagi tadi. Menu sarapan hari ini adalah kimbab dan bulgogi.
“Bagaimana eomma melepasmu membeli barang-barang seperti itu sendirian, kamu saja tidak ada unsur feminim dalam mengenakan busana. Pasti nanti kalo eomma melepas kamu sendirian, belinya asal-asalan. Adalah nanti gaun warna hijau stabilo sepatunya warna pink,” celoteh eomma setelah melihat cara berpakaianku.
“Ih, eomma apaan sih. Setomboy-tomboynya aku, pasti masih ada unsur feminim di jiwa aku, gimana sih eomma,” celotehku balik sambil menyantap kimbab dan bulgogi buatan eomma.
“Iyaa, eomma percaya deh. Tapi tetap saja eomma masih ragu.”
“Terserah eomma aja. Aku mau menikmati makanan ini dulu sebelum HaeNa eonni datang.”
“Dasar punya anak perempuan yang dikuatin cuma makan aja, Hyun Ah ampun deh.”
Sedang asik-asiknya aku melahap makanan yang ada di meja makan, kudengar sebuah mobil datang ke rumah ini. Pasti itu HaeNa eonni.
“Annyeong eomma, Hyun Ah,” sapa HaeNa eonni.
“Anak eomma apa kabar?” eomma memeluk HaeNa eonni.
Aku bangun dari dudukku dan membungkukkan badanku. Setelah itu aku melanjutkan acara makanku.
“Baik eomma. Bogoshippo.”
“Nado. Oh iyaa, mana suamimu?” Tanya eomma ke HaeNa eonni.
“Sebentar eomma, dia lagi di garasi, memakirkan mobilnya.”
Tak lama kemudian, seorang lelaki berumur 25 tahun memasuki rumah. Ya, dia itu adalah suami dari HaeNa eonni. Namanya Lee Sungmin.
“Annyeonghaseyo eommonim,” sapa Sungmin oppa.
“Oh, annyeonghaseyo. Lama tidak bertemu. Maaf yaa mengganggu kalian untuk menemani adiknya HaeNa.”
“Gwaenchana eommonim, kebetulan hari ini aku sedang tidak ada jadwal, jadi sekalian aku mengantar HaeNa pergi.”
“Ah, kamu baik sekali. Terima kasih yaa.”
Sementara eomma dan Sungmin oppa bercengkrama di ruang tamu, kulihat dengan ekor mataku, HaeNa eonni menghampiriku.
“YAK!! Dongsaeng bogoshippo….” Teriak HaeNa eonni di belakangku sambil memelukku.
“YAKK!! EONNI!! Kau tidak tau apa aku sedang menikmati acara makanku? HUH??? Nanti selesai makan aku akan menjawab pertanyaanmu, arra?” Akupun melanjutkan makanku yang tinggal dua suap sendok lagi.
“Dasar evil dongsaeng, tidak berubah sifatnya sejak dulu.”
Walaupun HaeNa eonni berbicara pelan, namun masih terdengar jelas di telingaku. Biarlah, walaupun aku dijuluki evil dongsaeng, tetap saja dia merindukanku. Aku kan dongsaeng yang mengagumkan, hahaha.
HaeNa eonni dan Sungmin Oppa sudah menikah semenjak aku genap berusia 10 tahun, tidak lama setelah 5 tahun aku bergabung ke rumah ini. HaeNa eonni sangat sayang kepada semua anak-anak yang berada di rumah ini walaupun semuanya bukan saudara kandung. HaeNa eonni adalah anak tunggal di rumah ini. Dia ingin sekali mempunyai saudara perempuan namun sayang pada saat Ibu panti hamil anak kedua, Ibu panti terpaksa menggugurkannya dikarenakan akan membahayakan janinnya. Ternyata Ibu panti terkena kanker rahim dan terpaksa rahimnya diangkat. Pada saat itu Ibu panti mengambil anak-anak yang terlantar dan diurusnya dengan telaten, termasuk aku. Untungnya HaeNa eonni tidak merasa iri karena kasih sayangnya terbagi-bagi dan ternyata HaeNa eonni sangat senang karena dirumahya menjadi ramai.
Selesai makan, aku langsung memeluk HaeNa eonni.
“EONNI, nado bogoshippo,” aku memeluknya dan HaeNa eonni balas memelukku.
“Eonni, masa eomma tidak mengizinkan aku pergi sendiri untuk membeli peralatan yang super duper ribet itu,” ocehku.
“Sudah pasti eomma tidak mengizinkan kamu pergi sendiri. Jiwa feminim saja tidak terpancar dari diri kamu, haha,” tawa HaeNa eonni.
“YAKK!! EONNI!! Sama aja aku cerita ke kamu, sama kayak eomma, komentarnya sama.”
Aku pura-pura marah, tapi sebenarnya kata-kata eomma dan HaeNa eonni benar-benar pas dengan pribadiku yang sekarang, hehe…
“Yaa, dongsaeng jangan marah, aku hanya bercanda.”
“Tapi eonni kata-katamu ada benarnya, haha.”
“Dasar dongsaeng aneh.”
“Eonni, kapan kita berangkat ? Sekarang saja bagaimana ?” tanyaku.
“Kamu udah tidak sabar yaa, mau melihat baju-baju itu?” goda HaeNa eonni.
“Bukan begitu, soalnya nanti malam aku ingin melihat pertandingan baseball, jadi nanti jangan terlalu malam ya pulangnya?”
“Yaampun dongsaengku yang satu ini tidak pernah berubah, ckck. Baiklah, ayo kita jalan sekarang.”
Aku dan eonni berjalan menuju ruang tamu dimana Sungmin oppa dan eomma berada.
“Eomma, aku pergi dulu yaa,” izin HaeNa eonni.
“Oh, baiklah. Hati-hati yaa, jangan lupa pilihkan gaun yang sesuai dengan adikmu itu yaa.”
“Tenang saja eomma, semua akan beres. Aku pergi eomma,” pamit HaeNa eonni.
“Daaaaaa, eomma,” pamitku juga.
“Eommonim, aku pergi dulu,” pamit Sungmin oppa sopan sambil membungkukkan badannya.
“Ne, semuanya hati-hati yaa. Sungmin jaga istrimu dan adik iparmu yang tak tahu diri itu yaa.”
“Ne, eommonim.”
“YAKK!! Eomma siapa yang tahu diri, aku tahu diri kok,” protesku.
Aku, HaeNa eonni, dan Sungmin oppa berangkat menuju tujuan utamanya, yaitu mencari gaun untuk pesta perpisahanku.
TBC……