BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Hakikat Remaja
2.1.1.1 Pengertian Remaja
Masa remaja adalah masa transisi seorang anak menuju kedewasaan. Pada masa remaja juga dianggap sebagai masa topan-badai dan stress, karena mereka memiliki keinginan bebas dan menetukan nasib mereka sendiri. Pada masa ini, mereka tidak mau dianggap sebagai anak kecil lagi karena mereka menganggap mereka berada dalam tingkatan yang sama dengan orang dewasa, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Istilah remaja berasal dari bahasa Latin “adolescence” yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence juga memiliki arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, sosial, emosional, dan fisik.[1] Proses perkembangan psikis remaja dimulai antara usia 12 – 22 tahun. Remaja digolongkan menjadi 3 tahapan, yaitu :1) remaja awal (usia 13 – 14 tahun), 2) remaja tengah (usia 15 – 17 tahun), dan 3) remaja akhir (usia 18 – 21 tahun).[2]
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa dengan rentang usia antara 12 – 21 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan, baik secara fisik maupun psikologis.
2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja
Seorang individu yang baru beranjak menjadi remaja pasti melewati beberapa aspek perubahan diri sendiri yang dapat mempengaruhi perkembangan remaja tersebut. Aspek-aspek perubahan yang dialami setiap individu meliputi fisik, kognitif maupun psikososialnya.
Menurut pandangan Gunarsa (1991) bahwa secara umum ada 2 faktor yang mempengaruhi perkembangan individu (bersifat dichotomi), yaitu sebagai berikut :
- Faktor Endogen (Nature)
Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan-perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya. Jika kondisi individu dalam keadaan normal, berarti ia berasal dari keturunan yang normal juga yaitu tidak memiliki gangguan atau penyakit. Hal ini dapat dipastikan orang tersebut akan memiliki pertumbuhan dan perkembangan fisik yang normal. Hal ini juga berlaku untuk aspek psikis atau psikososialnya. Kondisi fisik, psikis, atau mental yang sehat, normal, dan baik menjadi predisposisi bagi perkembangan berikutnya. Hal tersebut menjadi modal bagi individu agar mampu mengembangkan kompetensi kognitif, afektif maupun kepribadian dalam proses penyesuaian diri (adjustment) di lingkungan hidupnya.
- Faktor Eksogen (Nurture)
Perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri. Faktor ini di antaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial ialah lingkungan di mana seseorang mengadakan relasi atau interaksi dengan individu atau sekelompok individu di dalamnya. Lingkungan sosial ini dapat berupa keluarga, tetangga, teman, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan sebagainya.
- Interaksi antara Endogen dan Eksogen
Faktor antara endogen dan eksogen saling berpengaruh sehingga terjadi interaksi antara faktor internal maupun eksternal yang kemudian membentuk dan mempengaruhi perkembangan individu. Sebaiknya dalam memandang dan memprediksi perkembangan seseorang harus melibatkan kedua faktor tersebut secara utuh (holistik, integratif, dan komprehensif) dan bukan partial (sebagian saja).[3]
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa, faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan diri seorang remaja tersebut ada tiga, yaitu : 1) faktor endogen, 2) faktor eksogen, dan 3) interaksi antara endogen dan eksogen. Faktor endogen adalah faktor yang mempengaruhi perubahan fisik maupun psikis pada remaja melalui faktor internalnya yang bersifat herediter. Selain faktor endogen, remaja juga dipengaruhi faktor eksogennya, yaitu faktor yang mempengaruhi perubahan dan perkembangan individu yang berasal dari luar diri individu itu sendiri, di antaranya berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Faktor selain endogen dan eksogen adalah interaksi antara faktor endogen dan faktor eksogen. Pada faktor ini dijelaskan bahwa kedua faktor tersebut saling berpengaruh sehingga terjadi interaksi antara faktor internal dan eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi perkembangan individu.
2.1.2 Hakikat Globalisasi
2.1.2.1 Pengertian Globalisasi
Di era globalisasi bangsa-bangsa di dunia tidak dapat menutup diri dari pergaulan dengan bangsa-bangsa lain. Pergaulan tersebut membawa pengaruh bagi bangsa yang saling berinteraksi satu sama lain. Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak.[4] Globalisasi terbentuk oleh adanya kemajuan di bidang komuniasi dunia. Globalisasi berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Terdapat masyarakat yang dapat menerima globalisasi dan terdapat juga masyrakat yang sulit menerima atau bahkan menolak globalisasi.
Globalisasi terjadi melalui berbagai saluran, di antaranya:
- Lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan
- Lembaga keagamaan
- Industri internasional dan lembaga perdagangan
- Wisata mancanegara
- Saluran komunikasi dan telekomunikasi internasional
- Lembaga internasional yang mengatur peraturan internasional
- Lembaga kenegaraan seperti hubungan diplomatik dan konsuler[5]
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak. Globalisasi terjadi dapat melalui berbagai media atau saluran, salah satunya adalah lembaga kenegaraan seperti hubungan diplomatik dan konsuler.
2.1.2.2 Dampak Globalisasi terhadap Perubahan Sosial dan Budaya
Globalisasi dapat menimbulkan dampak terhadap perubahan sosial dan budaya. Dampak tersebut dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif. Berikut dampak-dampak yang ditimbulkan.
- Dampak Positif
- Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semual irasional menjadi rasional.
- Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktifitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
- Tingkat Kehidupan yang Lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi pengangguran dan meningkatnya taraf hidup masyarakat.
- Dampak Negatif
- Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyaarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
- Sikap Indivualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktifitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah mahluk sosial.
- Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
- Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus globalisasi, maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dangan individu yang stagnan.[6]
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa dampak positif yang ditimbulkan, di antaranya : 1)Perubahan tata nilai dan sikap, 2)Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan 3)Tingkat kehidupan yang lebih baik, dan dampak negatif yang ditimbulkan, di antaranya : 1)Pola hidup Konsumtif, 2)Sikap Individualistik, 3)Gaya hidup kebarat-baratan, dan 4)Kesenjangan Sosial.
2.1.3 Hakikat Kebudayaan
2.1.3.1 Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan yang berasal dari kata Latin, yaitu Colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut, yaitu colere kemudian culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.[7]
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dapat diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Budaya bersifat abstrak, kompleks, dan luas. Banyak aspek budaya yang turut menentukan perilaku komunikatif.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan debgan masyarakat. Melvile J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.[8]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayan yang dimiliki oleh masyarakat.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
2.1.3.2 Unsur-Unsur Budaya
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Pada diri manusia terdapat unsur-unsur budaya seperti :
- Pikiran (Cipta)
Kemampuan akal pikiran yang menimbulkan ilmu pengetahuan. Dengan akal pikirannya, manusia selalu mencari, mencoba menyelidiki, dan kemudian menemukan sesuatu yang baru.
- Rasa
Dengan panca inderanya, manusia dapat mengembangkan rasa estetika (rasa indah) dan ini menimbulkan karya-karya seni.
- Kehendak (Karsa)
Manusia selalu menghendaki akan kesempurnaan hidup, kemuliaan, dan kesusilaan[9]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur potensi budaya ada 3, yaitu pikiran (cipta), rasa, dan kehendak (karsa).
Dengan potensi akal pikr (cipta), rasa, dan karsa itulah manusia dapat berbudaya. Di samping ketiga unsur tersebut, Melvile J. Herskovits mengemukakan unsur-unsur kebudayaan yang lain, yaitu :
- Alat-Alat Teknologi
- Sistem Ekonomi
- Keluarga
- Kekuasaan Politik[10]
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan menurut Melvile J. Herskovits unsur-unsur kebudayaan ada 4 unsur pokok, yaitu alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan politik.
Selain Melvile J. Herkovits, yang mengemukakan 4 unsur pokok kebudayaan, Bronislaw Malinowski juga mengatakan terdapat 4 unsur pokok kebudayaan yang meliputi :
- Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.
- Organisasi ekonomi.
- Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah tempat pendidikan utama).
- Organisasi kekuatan (politik).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menurut Bronislaw Malinoski terdapat 4 unsur pokok kebudayaan, di antaranya : 1)sistem norma sosial, 2)organisasi ekonomi, 3)lembaga pendidikan, dan 4)organisasi politik.
2.1.3.3 Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga, yaitu :
- Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis wwrga masyarakat.
- Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem soaial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
- Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilhat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain.[11]
Berdasakan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kebudayaan terdapat tiga komponen kebudayaan, yaitu gagasan (wujud ideal), aktivitas (tindakan), dan artefak (karya).
2.1.3.4 Komponen Kebudayaan
Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
- Kebudayaan Material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata dan konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
- Kebudayaan Nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
- Lembaga Sosial
Lembaga sosial dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam konteks berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem sosial yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan sosial masyarakat.
- Sistem Kepercayaan
Bagaiman masyarakat mengembangkan dan membangun sistem kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi sistem penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.
- Estetika
Berhubungan dengan seni dan kesenian, musik, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari-tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia, setiap masyarakatnya memiliki nilai estetikanya sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan disampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif.
- Bahasa
Bahasa merupakan alat pengantar dalm berkomunikasi. Bahasa untuk setiap wilayah, bagian, dan Negara memiliki perbedaan yang sangat kompleks. Dalam ilmu komunikasi, bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sudut unik dan kompleks, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi, keunikan dan kekompleksan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.[12]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa komponen kebudayaan memiliki enam komponen atau elemen, yaitu kebudayaan material, kebudayaan nonmaterial, lembaga sosial, sistem kepercayaan, estetika, dan bahasa.
2.1.3.5 Akulturasi Budaya
Akulturasi budaya merupakan perpaduaan antara dua kebudayaan atau lebih akibat interaksi yang terjadi antara sekelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan tertentu, dengan kelompok masyarakat lain yang memililiki kebudayaan berbeda, dari sanalah terjadi perubahan pola kebudayaan yang original. Namun, tidak menyebabkan hilangnya unsur kedua kebudayaan tersebut.[13]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa akulturasi budaya adalah perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih akibat interaksi yang terjadi tanpa menghilangkan unsur kebudayaan tersebut.
Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan mengamati proses akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan).
Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas masyarakat akan mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan terpengaruh dengan kebudayaan komunitas masyarakat lain. Adapun penyebab terjadinya akulturasi budaya, antara lain :
- Bertambahnya dan berkurangnya jumlah penduduk yang ada di setiap negara,
- Adanya revolusi yang terlalu cepat,
- Masalah yang timbul antar masyarakat,
- Adanya perubahan alam atau siklus,
- Adanya peperangan,
- Adanya pengaruh budaya dari kebudayaan asing atau luar.[14]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa akulturasi dapat terjadi karena adanya beberapa faktor yang yang dapat terjadinya akulturasi antara kebudayaan satu dengan kebudayaan yang lain.
Proses akulturasi kebudayaan terjadi apabila suatu masyarakat atau kebudayaan dihadapkan pada unsur-unsur budaya asing. Proses akulturasi kebudayaan bisa tersebar melalui penjajahan dan media massa. Pada saat ini, media massa seperti televisi, surat kabar, dan internet menjadi sarana akulturasi budaya asing di dalam masyarakat. Melalui media massa tersebut, unsur budaya asing berupa mode pakaian, peralatan hidup, gaya hidup, dan makanan semakin cepat tersebar dan mampu mengubah perilaku masyarakat. Misalnya, mode rambut dan pakaian dari luar negeri yang banyak ditiru oleh masyarakat. Namun, dalam proses akulturasi tidak selalu terjadi pergeseran budaya lokal akibat pengaruh budaya asing.
Proses akulturasi berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal itu disebabkan adanya unsur-unsur budaya asing yang diserap secara selektif dan ada unsur-unsur budaya yang ditolak sehingga proses perubahan kebudayaan melalui akulturasi masih mengandung unsur-unsur budaya lokal yang asli.[15]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa proses akulturasi berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama dikarenakan adanya unsur-unsur budaya asing yang diserap secara selektif sehingga tidak menghilangkan unsur-unsur budaya lokal asli.
Berkaitan dengan proses akulturasi, terdapat terdapat beberapa unsur-unsur yang terjadi dalam proses akulturasi, antara lain :
-
Substitusi
Substitusi adalah pengantian unsur kebudayaan yang lama diganti dengan unsur kebudayaan baru yang lebih bermanfaat untuk kehidupan masyarakat. Misalnya, sistem komunikasi tradisional melalui kentongan atau bedug diganti dengan telepon, radio komunikasi, atau pengeras suara.
b. Sinkretisme
Sinkretisme adalah percampuran unsur-unsur kebudayaan yang lama dengan unsur kebudayaan baru sehingga membentuk sistem budaya baru. Misalnya, percampuran antara sistem religi masyarakat tradisional di Jawa dan ajaran Hindu-Buddha dengan unsur-unsur ajaran agama Islam yang menghasilkan sistem kepercayaan kejawen.
c. Adisi
Adisi adalah perpaduan unsur-unsur kebudayaan yang lama dengan unsur kebudayaan baru sehingga memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Misalnya, beroperasinya alat transportasi kendaraan angkutan bermotor untuk melengkapi alat transportasi tradisional seperti cidomo (cikar, dokar, bemo) yang menggunakan roda mobil di daerah Lombok.
d. Dekulturasi
Dekulturasi adalah proses hilangnya unsur-unsur kebudayaan yang lama digantikan dengan unsur kebudayaan baru. Misalnya, penggunaan mesin penggilingan padi untuk mengantikan penggunaan lesung dan alu untuk menumbuk padi.
e. Originasi
Originasi adalah masuknya unsur budaya yang sama sekali baru dan tidak dikenal sehingga menimbulkan perubahan social budaya dalam masyarakat. Misalnya, masuknya teknologi listrik ke pedesaan. Masuknya teknologi listrik ke pedesaan menyebabkan perubahan perilaku masyarakat pedesaan akibat pengaruh informasi yang disiarkan media elektronik seperti televisi dan radio. Masuknya berbagai informasi melalui media massa tersebut mampu mengubah pola pikir masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian, dan hiburan dalam masyarakat pedesaan. Dalam bidang pendidikan, masyarakat menjadi sadar akan pentingnya pendidikan untuk meningkatkan harkat dan martabat warga masyarakat. Dalam bidang kesehatan masyarakat menjadi sadar pentingnya kesehatan dalam kehidupan masyarakat, seperti, kebersihan lingkungan, pencegahan penyakit menular dan perawatan kesehatan ibu dan anak untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak, serta peningkatan kualitas gizi masyarakat. Dalam bidang perekonomian, masyarakat pedesaan menjadi semakin memahami adanya peluang pemasaran produk-produk pertanian ke luar daerah.
f. Rejeksi
Rejeksi adalah proses penolakan yang muncul sebagai akibat proses perubahan sosial yang sangat cepat sehingga menimbulkan dampak negatif bagi sebagian anggota masyarakat yang tidak siap menerima perubahan.[16]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa proses terjadinya akulturasi mengandung unsur-unsur, di antaranya ada substitusi, sinkretisme, adisi, dekulturasi, originasi, dan rejeksi.
Dalam proses akulturasi juga terdapat bentuk kontak kebudayaan yang menimbulkan proses tersebut, antara lain :
- Kontak kebudayaan dapat terjadi pada seluruh, sebagian, atau antarindividu dalam masyarakat.
- Kontak kebudayaan dapat terjadi antara masyarakat yang memiliki jumlah yang sama atau berbeda.
- Kontak kebudayaan dapat terjadi antara kebudayaan maju dan tradisional.
- Kontak kebudayaan dapat terjadi antara masyarakat yang menguasai dan masyarakat yang dikuasai, baik secara politik maupun ekonomi.[17]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk kontak kebudayaan yang terjadi dalam proses akulturasi ada empat, di antaranya : 1)dapat terjadi seluruh, sebagian, seluruh, atau antarindividu dalam masyarakat, 2)dapat terjadi antara masyarakat yang memiliki jumlah yang sama atau berbeda, 3)dapat terjadi antara kebudayaan maju dengan tradisional, dan 4)dapat terjadi antara masyarakat yang menguasai dan masyarakat yang dikuasai.
2.1.4 Hakikat Budaya Pop
2.1.4.1 Pengertian Budaya Pop
Budaya populer atau yang lebih dikenal dengan budaya pop merupakan budaya yang ringan, menyenangkan, trendy, banyak disukai dan cepat berganti. Supaya menjadi budaya populer, sebuah komoditas budaya harus dapat melahirkan ketertarikan pada banyak orang karena budaya pop bukan sekadar barang konsumsi, melainkan sebuah budaya.[18]
Hollyday mengemukakan terdapat empat karakteristik budaya populer, diantaranya :
- Diproduksi oleh industri budaya
- Cenderung berlawanan dengan folk culture (warisan budaya tradisional yang sifatnya berorientasi ritual dan non komersial)
- Keberadaannya diterima di mana-mana
- Memenuhi fungsi sosial
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat karakteristik pada budaya populer.
Budaya populer ini berperan besar dalam mempengaruhi pemikiran seseorang dalam memahami orang atau kelompok lain karena budaya pop merupakan budaya yang dapat diterima oleh semua kalangan.
Kehadiran budaya pop tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dan pembangunan pada abad ke-19 dan abad ke-20. Pada abad ke-19, pembangunan aspek meia massa, khususnya surat kabar dan novel, menjadikan masyarakat dari suatu negara dapat mengakses trend kultur dari negara lain tanpa ada jarak. Memasuki abad ke-20, penemuan radio, televisi, dan komputer juga turut berperan dalam penyebaran trend kultur dari satu negara ke negara lain.
Budaya pop adalah budaya otentik “rakyat” yang kemudian berkembang menjadi sebuah budaya yang populer di tengah masyarakat. Namun, seiring perkembangan masayarakat industri, budaya pop sekarang dipandang sebagai budaya massa.
Budaya massa mulai banyak menarik perhatian teoritikus sejak tahun 1920 dimana pada tahun tersebut mulai bermunculan sinema dan radio, produksi massal dan konsumsi kebudayaan, bangkitnya fasisme, dan kematangan demokrasi liberal di sejumlah negara Barat.[19]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya pop adalah budaya massa yang berkembang di tengah masyarskat industri.
2.1.4.2 Budaya Pop Korea
Kajian tentang budaya populer awalnya tidak dapat dipisahkan dari peran Amerika Serikat dalam memproduksi dan menyebarkan budaya populer. Namun, perkembangan selanjutnya memunculkan negara-negara lain yang juga berhasil menjadi pusat budaya populer seperti Jepang, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan.
Sebelum Korea Selatan, Jepang sudah lebih dulu memproduksi dan menyebarkan budaya pop ke berbagai negara melalui manga (komik Jepang), anime (film animasi), fashion, music, dan drama Jepang (dorama). Setelah Jepang, menyusul Korea Selatan yang berhasil melakukan penyebaran budaya populer dalam bentuk hiburan. Amerika Serikat sebagai asal budaya pop juga mendapat pengaruh penyebaran budaya op Korea tersebut.
Proses penyebaran budaya Korea di dunia dikenal dengan istilah Hallyu atau Korean Wave. Hallyu atau Korean Wave (Gelombang Korea) adalah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya pop Korea secara global di berbagai negara di dunia. Pada umumnya Hallyu mendorong masyarakat penerima untuk mempelajari bahasa Korea dan kebudayaan Korea.[20]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa Hallyu atau Korean Wave adalah istilah yang diberikan untuk proses penyebaran budaya Korea di dunia.
2.1.4.3 Budaya Pop Korea di Indonesia
Budaya populer yang dibawa Korea dan berkembang di negara-negara Asia Timur dan beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, berada dalam dimensi konkret yang terwujud dalam artefak-artefak budaya seperti lagu, drama, film, program televisi, makanan, dan bahasa. Budaya pop Korea yang diterima kelompok penggemar di Indonesia masih terbatas pada dimensi konkret, yaitu penerimaan terhadap lagu, film, drama, fashion, dan artis-artis Korea.
Dengan demikian, berkembangnya budaya pop Korea di Indonesia merupakan perwujudan globalisasi dalam dimensi komunikasi dan budaya. Globalisasi dalam dimensi ini terjadi karena adanya proses mengkreasikan, menggandakan, menekankan, dan mengintensifikasi pertukaran serta ketergantungan informasi dalam dunia hiburan.
Banyak dari remaja di Indonesia karena tertarik dengan film atau drama Korea yang ditayangkan. Film Korea dan drama Korea terkenal dengan ceritanya yang romantis, imajinasi yang indah, dan karakter pemain yang khas, serta pemeran utama yang cantik dan tampan sehingga mudah diterima dan disukai oleh siapa saja. Hal ini merupakan daya tarik film Korea yang sangat kuat bagi penonton, sehingga film-film korea mudah untuk segera populer di seluruh dunia.
Dari film-film inilah budaya Korea diperkenalkan. Mulai dari cara berpakaian, makanan, cara berbicara, dan etika orang Korea. Tidak heran apabila makanan Korea ikut menjadi fashion dan trend. Sehingga munculah anggapan bahwa memakai busana fashion Korea, berbicara dengan gaya Korea, dan makan makanan Korea adalah trend. Dan trend tersebut seolah tidak mampu ditolak oleh mereka para penggemar Korea. [21]
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui film atau drama yang ditayangkan, budaya Korea seperti cara berpakaian, cara berpakaian, dan etika orang Korea mulai diperkenalkan.
2.1.5 Hakikat Pakaian
2.1.5.1 Pengertian Pakaian
Pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat berteduh/tempat tinggal (rumah). Manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi dan menutup dirinya. Namun, seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai simbol status, jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang memakainya.
Pakaian juga meningkatkan keamanan selama kegiatan berbahaya seperti hiking dan memasak, dengan memberikan penghalang antara kulit dan lingkungan. Pakaian juga memberikan penghalang higienis, menjaga toksin dari badan dan membatasi penularan kuman.
2.1.5.2 Fungsi Pakaian
Salah satu tujuan utama dari pakaian adalah untuk menjaga pemakainya merasa nyaman. Dalam iklim panas busana menyediakan perlindungan dari terbakar sinar matahari atau berbagai dampak lainnya, sedangkan di iklim dingin sifat insulasi termal umumnya lebih penting.
Pakaian melindungi bagian tubuh yang tidak terlihat. Pakaian bertindak sebagai perlindungan dari unsur-unsur yang merusak, termasuk hujan, salju dan angin atau kondisi cuaca lainnya, serta dari matahari.[22] Pakaian juga mengurangi tingkat risiko selama kegiatan, seperti bekerja atau olahraga. Pakaian kadang-kadang dipakai sebagai perlindungan dari bahaya lingkungan tertentu, seperti serangga, bahan kimia berbahaya, senjata, dan kontak dengan zat abrasif. Sebaliknya, pakaian dapat melindungi lingkungan dari pemakai pakaian, seperti memakai masker.
[1] http://zulhasni.wordpress.com/2012/09/23/hakikat-remaja-dan-perkembangannya (diakses 19 Januari 2013)
[2]Agus Dariyo. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. hlm. 13.
[3] Ibid., hlm. 14-15
[4] Benny Kurniawan. 2012. Ilmu Budaya Dasar. Tangerang Selatan: Jelajah Nusa. hlm. 106
[5]Ibid., hlm. 106-107
[6]Ibid., hlm. 108-109
[7]Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hlm. 150
[8] Benny Kurniawan. Op. Cit. hlm. 2
[9]Suparto. 1985. Sosiologi dan Antropologi SMA Kelas II Semester 3-4 Program Ilmu-Ilmu Sosial dan Pengetahuan Budaya. Bandung: Armico
[10]Benny Kurniawan. Op. Cit. hlm. 3
[11]Ibid., hlm. 4
[12]Ibid., hlm. 5-6
[13]http://softskillgundar.blogspot.com/2012/03/akulturasi-kebudayaan.html (diakses 6 Januari 2013)
[14] Ibid
[15] http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/akulturasi-kebudayaan.html (diakses 19 Januari 2013)
[16] Ibid
[17]Ibid
[18] http://scribd.com (diakses 19 Januari 2013)
[19] Ibid
[20] http://id.wikipedia.org/wiki/koreanwave (diakses 19 Januari 2013)
[21] http://fery-dedi.blogspot.com/2012/11/budaya-pop-modern-korea-di-dunia.html (diakses 20 Januari 2013)
[22] http://id.wikipedia.org/wiki/Pakaian (diakses 20 Januari 2013)
BERSAMBUNG……………