Sistematika Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikodifikasikan di Indonesia pada tahun 1848 pada intinya mengatur hubungan hukum antara orang perorangan, baik mengenai kecakapan seseorang dalam lapangan hukum; mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kebendaan; mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perikatan dan hal-hal yang berhubungan dengan pembuktian dan lewat waktu atau kadaluarsa.

Sistematika atau isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang ada dan berlaku di Indonesia, ternyata bila dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang hukum Perdata yang ada dan berlaku di negara lain tidaklah terlalu jauh berbeda. Hal ini dimungkinkan karena mengacu atau paling tidak mendapatkan pengaruh yang sama, yaitu dari hukum Romawi ( Code Civil ).

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW yang ada dan berlaku di Indonesia mempunyai sistematika yang terdiri dari 4 buku ( Buku-Titel-Bab-         ( Pasal-Ayat), yaitu :

Buku I             Van Personen  ( mengenai orang )

Buku II           Van Zaken ( mengenai Benda )

Buku III          Van Verbinsissen ( mengenai Perikatan )

Buku IV          Van Bevijs En Verjaring ( mengenai bukti dan kadaluarsa )

Mengenai pembagian Hukum Perdata tersebut sudah barang tentu menimbulkan berbagaim komentar dan analisis dari para ahli ilmu Hukum, Kansil   ( 1993 : 119 ) merasakan, bahwa pembagian sistematika sebagaimana diatur dalam KUH Perdata tersebut kurang memuaskan, karena :

  1. Seharusnya KUH Perdata hanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai Hukum Privat Materiil. Dalam KUH Perdata terdapat tiga aturan mengenai Hukum Perdata Formil, yaitu :
  2. Ketentuan mengenai Hukum Pembuktian
  3. Ketentuan mengenai lewat waktu extinctief
  4. Ketentuan mengenai lewat waktu acquisitief
  5. KUH Perdata berasal dari BW yang berasaskan liberalisme dan individualisme, sehingga perlu dilakukan berbagai perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia
  6. Hukum waris bukan hanya bagian dari hukum benda, tetapi juga merupakan bagian dari hukum kekeluargaan
  7. Hukum Perdata lebih tepat dibagi menjadi 5 Buku, yaitu :
  8. Buku I tentang : Ketentuan Umum
  9. Buku II tentang : Perikatan
  10. Buku III tentang : Kebendaan
  11. Buku IV tentang : Kekeluargaan
  12. Buku V tentang : Waris

Adapun hal-hal yang diatur dalam KUH perdata sebagaimana berlaku di Indonesia saat ini, ( kecuali beberapa bagian yang sudah dinyatakan tidak berlaku) adalah sebagai berikut :

Buku Kesatu tentang Orang ( van persoon ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu mengatur :

I           tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewenangan

II         tentang akta-akta catatan sipil

III        tentang tempat tinggal atau domisili

IV        tentang perkawinan

V         tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami dan isteri

VI       tentang persatuan harta kekayaan menurut undang-undang dan pengurusannya

VII     tentang perjanjian kawin

VIII tentang persatuan atau perjanjian kawin dalam perkawinan untuk kedua kali atau selanjutnya

IX        tentang perpisahan harta kekayaan

X         tentang pembubaran perkawinan

XI        tentang perpisahan meja dan ranjang

XII      tentang kebapaan dan keturunan anak-anak

XIII     tentang kekeluargaan sedarah dan semenda

XIV     tentang kekuasaan orang tua

XVa    tentang menentukan,mengubah dan mencabut tunjangan-tunjangan nafkah

XV      kebelum-dewasaan dan perwalian

XVI    tentang beberapa perlunakan

XVII   tentang pengampuan

XVIII tentang keadaan tak hadir

Buku kedua tentang Kebendaan ( van zaken ),yang terdiri dari 21 bab, yang secara lengkapnya adalah sebagai berikut :

I           tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya

II         tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya

III       tentang hak milik ( eigendoom )

IV       tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan

V         tentang kerja rodi

VI       tentang pengabdian pekarangan

VII      tentang hak numpang karang

VIII    tentang hak usaha ( erfpacht )

IX       tentang bunga tanah dan hasil se persepuluh

X         tentang hak pakai hasil

XI       tentang hak pakai dan hak mendiami

XII      tentang perwarisan karena kematian

XIII    tentang surat wasiat

XIV    tentang pelaksanaan wasiat dan pengurus harta peninggalan

XV      tentang hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan

XVI    tentang menerima dan menolak suatu warisan

XVII   tentang pemisahan harta peninggalan

XVIII tentang harta peninggalan yang tak terurus

XIX    tentang piutang-piutang yang diistimewakan

XX      tentang gadai

XXI    tentang hipotik

Buku Ketiga tentang Perikatan ( van Verbintenis ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu lengkapnya sebagai berikut :

I          tentang Perikatan-perikatan umumnya

II         tentang Perikatan-perikatan yang dilahirkan darikontrak atau persetujuan

III       tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang

IV       tentang hapusnya perikatan-perikatan

V         tentang jual-beli

VI       tentang tukar menukar

VII      tentang sewa-menyewa

VIII    tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan

IX       tentang persekutuan

X         tentang hibah

XI       tentang penitipan barang

XII      tentang pinjam-pakai

XIII    tentang pinjam-meminjam

XIV    tentang bunga tetap atau bunga abadi

XV      tentang persetujuan-persetujuan untung-untungan

XVI    tentang pemberian kuasa

XVII   tentang penanggungan

XVIII tentang perdamaian

Buku Keempat tentang Pembuktian dan Kadaluarsa ( van bewijs en verjaring ) yang terdiri dari 7 bab, selengkapnya adalah sebagai berikut :

I          tentang pembuktian pada umumnya

II         tentang pembuktian dengan tulisan

III       tentang pembuktian dengan saksi-saksi

IV       tentang persangkaan-persangkaan

V         tentang pengakuan

VI       tentang sumpah di muka Hakim

VII      tentang daluwarsa

Berdasarkan rincian materi yang termuat dalam KUH Perdata tersebut, maka agr tidak membingungkan berikut ini dikutipkan hal-hal yang pokok saja dari setiap Buku yang ada dalam KUH Perdata, yaitu :

Buku I tentang orang antara lain memuat :

  1. Subyek hukum atau hukum tentang orang
  2. Perkawinan dan hak suami isteri
  3. Kekayaan perkawinan
  4. Kekuasaan orang tua
  5. Perwalian dan Pengampuan

Buku II tentang benda yang memuat :

  1. Bezit
  2. Eigendom
  3. Opstal
  4. Erfpacht
  5. Hipotek
  6. Gadai

Buku III tentang perikatan yang memuat:

  1. Istilah perikatan pada umumnya
  2. Timbulnya perikatan
  3. Persetujuan-persetujuan tertentu, seperti :

1) Jual beli

2) Tukar menukar

3) Sewa menyewa

4) Perjanjian perburuhan

5) Badan Usaha

6) Borgtocht

7) Perbuatan melanggar hukum

Buku IV tentang Pembuktian dan lewat waktu yang memuat :

  1. Macam-macam alat bukti, seperti :

1) Surat

2) Saksi

3) Persangkaan

4) Pengakuan

5) Sumpah

  1. Lewat waktu

Sedangkan para ilmu hukum sebagaimana dikemukakan oleh Kansil ( 1994 : 16-17 ) mengemukakan sistematika Hukum Perdata sebagai berikut:

  1. Hukum tentang diri seseorang

Hukum tentang diri seseorang ini memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum; peraturan-peraturan perihal kecakapanuntuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.

  1. Hukum Kekeluargaan

Hukum kekeluargaan mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul sebagai akibat dari hubungan kekeluargaan, yaitu:Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami isteri, hubungan antara orang tua dan anak,perwalian dan curatele.

  1. Hukum Kekayaan

Hukum kekayaan adalah hukum yang mengatur perihal hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang, yaitu segala kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang demikian itu biasanya dapat dipindahkan kepada orang lain.

  1. Hukum Warisaan

Hukum warisan adalah hukum yang mengatur tentang benad atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal dunia.Hukum warisan ini juga mengatur akibat-akibat hukum keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Berdasarkan sistematika sebagaimana disebutkan dalam KUH Perdata dan menurut para ahli ilmu hukum, ternyata Hukum Kekeluargaan yang di dalam KUH Perdata atau BW dimasukkan ke dalam Hukum tentang diri seseorang, karena hubungan-hubungan keluarga memang berpengaruh besar terhadap kecakapan seseorang untuk memiliki hak-hak serta kecakapannya untuk mempergunakan hak-haknya tersebut.Sedangkan Hukum warisan dimasukkan ke dalam hukum tentang kebendaan, karena dianggap hukum warisan itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda-benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan oleh seseorang. Sementara itu perihal pembuktian dan lewat waktu sebenarnya adalah soal hukum acara, sehingga kurang tepat dimasukkan ke dalam KUH Perdata, yang pada asasnya mengatur hukum perdata materiil, tetapi pernah ada pendapat yang menyatakan bahwa hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian materiil dan formil. Nah persoalan-persoalan yang mengenai alat-alat pembuktian dapat dimasukkan hukum acara materiil yang dapat diatur dalam suatu undang-undang tentang hukum perdata materiil.

Sekedar perbandingan mengenai sistematika Hukum Perdata, berikut ini dapat disajikan sistematika yang ada dan berlaku di negara-negara lain, seperti Sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perancis dan Jerman sebagaiman dikemukakan oleh Subekti ( 1990 : 9-10 ), yaitu :

  1. Perancis yang termuat dalam Code Civil, yang juga sebagai sumber dari BW menganut sistematika sebagai berikut :

Buku I   : Hukum Perseorangan ( perkawinan, keluarga dan sebagainya )

Buku II : Tentang barang dan macam-macam kekayaan ( des biens et des differentes modifications de la propiete )

Buku III : Tentang berbagai cara untuk memperoleh kekayaan ( des differentes manieres dont on acquiert la propiete ), yaitu : pewarisan, perjanjian (termasuk perjanjian perkawinan atau yang dalam bahasa Belanda dinamakan huwelijkese voorwaarden ),perbuatan melanggar hukum dan sebagainya, dan juga tentang gadai dan hipotik dan akhirnya tentang pembuktian

  1. Jerman yang dinamakan Burgerliches Gesetzbuch Jerman ( dari tahun 1896 ) terbagi atas.

Buku I   : Bagian umum, yang memuat ketentuan-ketentuan tentang orang, tentang badan hukum, tentang penegrtian barang, tentang kecakapan melakukan perbuatan-perbuatan hukum, tentang perwakilan dalam hukum, tentang daluwarsa dan lain-lain.

Buku II : Tentang hukum mengenai hutang-piutang, yang memuat hukum perjanjian.

Buku III: Hukum Benda, yang memuat ketentuan-ketentuan tentang hak milik dan hak-hak kebendaan lainnya

Buku IV : Hukum Keluarga, yang memuat ketentuan-ketentuan tentang perkawinan yang dalam code civil Perancis digolongkan pada hukum perjanjian; tentang hubungan-hubungan kekeluargaan, kekuasaan orang tua,perwalian dan sebagainya.

Buku V : Hukum waris, yang mengatur soalpewarisan pada umumnya dan perihal surat wasiat atau testament.

Sementara itu Kansil ( 1993 : 135-136 ) mengemukakan sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di negara Swis dan Yunani sebagai berikut :

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Swis “ Schwizeriches Zivilgesetzbuch” yang terdiri atas 5 bagian ( Kansil, 1993 :135 ), yaitu :

Bagian I          : Hukum Orang pribadi

Bagian II         : Hukum Kekeluargaan

Bagian III       : Hukum Waris

Bagian IV       : Hukum Kebendaan

Bagian V         : Hukum Perikatan

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Yunani, yang terdiri dari 5 buku             ( Kansil,1993:136), yaitu :

Buku I             : Asas-asas umum

Buku II           : Hukum Perikatan

Buku III          : Hukum Kebendaan

Buku IV          : Hukum Kekeluargaan

Buku V           : Hukum Waris

Bila kita kaji kembali sejarah perkembangan Hukum Perdata sebagaimana diuraikan pada Kegiatan Belajar 1, jelaslah bahwa pada mulanya hukum perdata berasal dari hukum Romawi yang termuat dalam Corpus Juris Civilis yang terdiri dari 4 bagian sebagaimana dikemukakan oleh Kansil ( 1993 : 97 ), yaitu :

  1. Institutiones

Yaitu memuat segala sesuatu tentang pengertian (lembaga-lembaga) dalam Hukum Romawi dan dianggap sebagai himpunan segala macam undang-undang.

  1. Pandecta

Yaitu kumpulan pendapat-pendapat para ahli hukum bangsa Romawi yang termasyhur.

III. Codex

Yaitu Himpunan undang-undang yang telah dibukukan oleh para ahli hukum atas perintah kaisar Romawi.

  1. Novelles

Yaitu himpunan tambahan-tambahan pada codex itu dengan pemberian penjelasan-penjelasan atau komentar.

Sumber :

http://iusyusephukum.blogspot.com/2013/06/sistematika-hukum-perdata.html

 

 

 

Hukum Perdata di Indonesia

Yang dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan didalam masyarakat. Perkataan hukum perdata dalam artian yang luas meliputi semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.

Untuk hukum privat meteriil ini ada juga yang menggunakan dengan perkatan hukum sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer, maka yang lebih umum lagi digunakan nama hokum perdata saja, untuk segenap peraturan hokum privat materiil (hokum perdata materiil)

Dan pengertian dari kumum privat (hokum perdata materiil) ialah hokum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseoranan didalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa didalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbale balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.

Disamping hokum privat materiil, juga dikenal hokum perata formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hokum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caanya melaksanakan praktek dilingkungan pengadilan predata. Didalam pengertian sempit kadang-kadang hokum perdata ini digunakan sebagai hukum dagang.

Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia

Mengenai keadaan hokum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu beraneka ragam. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor:

1)      Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hokum adat bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.

2)      Faktor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk menjadi 3 golongan, yaitu:

  1. Golongan eropa dan yang dipersamakan.
  2. Golongan bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
  3. Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab)

Dan pasal 131 .I.S. yang membedakan berlakunya hokum bagi golongan-golongan tersebut:

  • Golongan Indonesi asli berlaku hukum adat
  • Golongan eropa barlaku hokum perdata (BW) dan hokum dagang (WVK)
  • Golongan timur asing berlaku hokum masing-masing dengan catatan timur asing dan bumi putera boleh tunduk pada hokum eropa barat secara keseluruhan atau untuk beberapa macam tindakan hokum perdata.

Untuk memahami keadaan hokum perata di Indonesia patutlah kita terlebih dahulu mengetahui politik pemerintahan Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hokum di Indonesia.

Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hokum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S.) (Indische Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131 (I.S.) yaitu pasal 75RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:

  1. Hokum perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
  2. Untuk golongan bangsa Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).
  3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
  4. Orang Indonesi Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.
  5. Sebelumnya hokum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hokum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.

Berdasarkan pedoman tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan UU Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:

  • Perjanjian kerja perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).
  • Dan beberapa pasal dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat 1933 no 49).

Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:

  • Ordonasi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
  • Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717).

Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara yaitu :

  • UU Hak Pengarangan (Auteurswet tahun 1912)
  • Peraturan Umum tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
  • Ordonansi Woeker (staatsblad 1938 no 523)
  • Ordonansi tentang pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).

Kesimpulan:

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia yaitu hukum agama dan hukum adat, yang merupakan campuran dari sistem hukum-hukum eropa. Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Sumber :

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab2-hukum_perdata.pdf

http://lailamaharani.blogspot.com/2012/04/pengertian-dan-keadaan-hukum-perdata-di.html

http://ekasriwahyuningsih.blogspot.com/2013/04/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia.html

 

Hukum Perdata dan Sejarahnya

Hukum perdata arti luas ialah bahwa hukum sebagaimana tertera dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), Kitab Undang-undang Hukum Dagang (WvK) beserta sejumlah undang-undang yang disebut undang-undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya. Undang-undang mengenai Koperasi, undang-undang nama perniagaan.

Hukum Perdata dalam arti sempit ialah hukum perdata sebagaimana terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW).\ Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum “Privat materiil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan. Hukum perdata ada kalanya dipakai dalam arti sempit, sebagai lawan “hukum dagang”. (Subekti, 1978, hlm. 9).

Sejarah Hukum Perdata

Dalam sejarahnya hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yang disusun berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Pada saat Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diterapkan di negeri Belanda yang masih digunakan terus-menerus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)

Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :

BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).

WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

Sumber :

http://sejarahhukum.blogspot.com/2012/10/pengertian-dan-sejarah-hukum-perdata.html

Perbedaan Gadai dan Hipotik

A. Gadai :
1.1 Pengertian :
hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang yang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang. Selain itu, memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut terebih dahulu dari kreditur lainnya, terkecuali biaya untuk melelang barang dan biaya yang dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu mesti didahulukan.
1.2 Sifat-sifat gadai :
1. Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
2. Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok untuk menjaga jangan sampai debitor itu lalai membayar hutangnya kembali.
3. Adanya sifat kebendaan.
4. Syarat inbezieztelling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan memberi gadai, atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
5. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
6. Hak preferensi sesuai dengan pasal 1130 dan pasal 1150 KUHP
7. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dengan hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh benda itu.
1.3 Objek gadai :
Semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan, baik benda bergerak berwujud maupun tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang, yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa, atas tunjuk, dan atas koma.

1.4 Hak pemegang gadai :
1. Berhak untuk menjual benda digadaikan atas kekuasaan sendiri
2. Berhak untuk mendapatkan ganti rugi yang berupa biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan benda gadai.
3. Berhak menahan benda gadai sampai ada pelunasan hutangdari debitur.
4. Berhak mempunyai referensi.
5. Berhak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim
6. Atas ijin hakim tetap menguasai benda gadai.

1.5 Kewajiban pemegang gadai :
1. Pasal 1157 ayat 1 KUHP perdata pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya harga barang yang digadaikan yang terjadi atas kelalaiannya.
2. Pasal 1156 KUHP ayat 2 berkewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai jika barang gadai dijual.
3. Pasal 1159 KUHP ayat 1 beranggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai.
4. Kewaijban untuk mengembalikan benda gadai jika debitur melunasi hutangnya.
5. Kewajiban untuk melelang benda gadai.

1.6 Hapusnya gadai :
1. Perjanjian pokok
2. Musnahnya benda gadai
3. Pelaksanaan eksekusi
4. Pemegang gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela
5. Pemegang gadai telah kehilangan kekuasaan atas benda gadai
6. Penyalahgunaan benda gadai.

B. Hipotik
2.1 Pengertian :
Satu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pergantian daripadanya bagi perlunasan suatu perutangan.
2.2 Sifat hipotik :
1. Bersifat accesoir
2. Bersifat zaaksgefolg
3. Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain berdasarkan pasal 1133-1134 KUHP ayat 2
4. Objeknya benda-benda tetap
2.3 Objek hipotik
1. Berdasarkan pasal 509 KUHP, pasal 314 KUHD ayat 4, dan UU no. 12 tahun 1992 tentang pelayaran.
2. UU nomor 15 tahun 1992 tentang penerbangan.
2.4 Perbedaan gadai dan hipotik :
1. Gadai harus disertai dengan pernyataan kekuasaan atas barang yang digadaikan, sedangkan hipotik tidak.
2 Gadai hapus jika barang yang digadaikan berpindah tangan ke orang lain, sedangkan hipotik tidak, tetapi teap mengikuti bendanya walaupun bendanya dipindahtangankan ke orang lain.
3. Satu barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak dilarang, tetapi beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan diatas satu benda adalah sudah merupakan keadaan biasa.
4. Adanya gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat dipakai untuk membuktikan perjanjian pokok sedangkan adanya perjanjian hipotik dibuktikan dengan akta otentik.

Sumber :
http://nicafebrina.blogspot.com/2010/01/pengertian-tentang-gadai-hipotik.html

Langkah – Langkah Membuat Perseroan Terbatas (PT)

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 dinyatakan bahwa:

Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaanya.

Untuk mendirikan perseroan terbatas, seseorang atau sekelompok orang membutuhkan adanya akta pendirian (charter) perseroan terbatas atau dokumen yang digunakan untuk mendirikan usaha dan melaporkanya kepada pemerintah. Akta pendirian tersebut mencatumkan aspek-aspek penting dari perseroan seperti nama perusahaan, jumlah saham yang diterbitkan serta operasional perseroan. Selain itu, dalam perseroan diharuskan membuat anggaran dasar yang merupakan panduan umum untuk mengelola perusahaan.

Bentuk PT (Naamloze Vennostchap/NV atau Limited company) merupakan bentuk perusahaan yang paling banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia. Hal ini karena PT merupakan “asosiasi modal”, dalam arti bahwa modal perseroan terdiri dari sejumlah saham yang dapat dipindah tangankan (transferable shares), sehingga keanggotaan PT tersebut terjadi dengan mudah.

Berdasarkan ketentuan undang-undang No. 40 Tahun 2007, jelas dinyatakan bahwa PT adalah badan hukum sehingga PT merupakan subyek hukum mandiri, yang oleh hukum dibekali hak dan kewajiban seperti manusia. Oleh karena PT merupakan artificial personmaka PT dalam bertindak atau melakukan perbuatan hukum memerlukan direksi sebagai wakilnya. Untuk menjadi badan hukum, PT harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang.

Pendirian Perseroan Terbatas berdasarkan Pasal 7 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas antara lain:

  1. Karena pada prinsipnya perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, maka pendirian suatu perseroan terbatas harus dilakukan minimal oleh 2 pihak (bias orang atau badan hukum);
  2. Akta pendirian perseroan terbatas memuat anggaran dasar perseroan antara lain tentang :
    • Nama lengkap pendiri
    • Tempat tanggal lahir
    • Pekerjaan
    • Tempat tinggal
    • Kewargenagaraan pendiri
    • Nama direksi dan komisaris yang pertama kali diangkat
    • Rincian jumlah saham, nilai nominal saham, saham yang ditentukan dan saham yang telah    disetor penuh
  1.  Akta pendirian dan perubahan anggaran dasar harus dibuat dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.

Langkah-Langkah Mendirikan Perusahaan (PT

Ada enam langkah utama bila ingin mendirikan perusahaan, khususnya bila perusahaan tidak memerlukan izin tambahan seperti perusahaan yang bergerak di bidang konsultasi dan jasa pelatihan dan ketrampilan tenaga kerja. Bila perusahaan bergerak di bidang lain seperti bidang energi misalnya, maka butuh izin tambahan.

Singkatnya, inilah langkah-langkah mendirikan perusahaan (PT). Pertama, membuat Akte Perusahaan ke notaris. Karena perusahaan berbadan hukum maka sangat mutlak perlu membuat akte perusahaan ke notaris. Biasanya akte ini berisi informasi tentang nama perusahaan, bergerak di bidang apa, nama para pemilik modal, pengurus perusahaan seperti siapa direktur utama, direktur, dan para komisaris. Notaris biasanya akan membantu bila ingin mengetahui informasi lain perihal mendirikan perusahaan.

Akte Perusahaan

Kedua, mendapatkan Surat Keterangan Domisili Usaha.  Membutuhkan keterangan domisili perusahaan, bisa di dapatkan dari kantor kelurahan atau kantor kepala desa di mana perusahaan tersebut berdomisili. Perusahaan tersebut misalnya berdomisili di tempat tinggal sendiri. Surat ini biasanya ditanda-tangani Lurah atau Kepala Desa dan diketahui oleh camat pemerintah setempat.

Surat Keterangan Domisili

Untuk mendapatkan surat keterangan domisili, memerlukan salinan Akte Perusahaan. Biasanya dipungut biaya administrasi. Ada yang hanya mengenakan biaya Rp200.000 sampai degan Rp300.000 untuk biaya administrasi di kantor kelurahan, tapi ada juga yang mengenakan lebih dari angka di atas.

Ketiga, mengurus NPWP perusahaan. Untuk mendirikan perusahaan, NPWP perusahaan adalah mutlak. Untuk mendapatkan NPWP, memerlukan salinan Akte Perusahaan dan Surat Keterangan Domisili Usaha. Biasanya pembuatan NPWP hanya butuh beberapa jam. Bila memasukkan berkas di pagi hari ke kantor pajak, maka kira-kira sudah mendapatkannya di siang hari. Selain itu, tidak ada biaya administrasi yang perlu dibayar.

NPWP

Keempat, mendapatkan Surat Keputusan pendirian perusahaan dari Departemen Hukum dan HAM. Ini biasanya diurus oleh notaris. Bila pergi ke kantor Departemen Hukum dan HAM, di loket pengurusan SK perusahaan, tertera beragam biaya untuk berbagai hal. Untuk mengurus SK perusahaan misalnya, biayanya kira-kira Rp1.000.000. Bila meminta bantuan notaris, tentu akan ada biaya tambahan. Notaris biasanya menyerahkan salinan Akte Perusahaan, Surat Keterangan Domisili Usaha dan NPWP perusahaan untuk mendapatkan SK perusahaan.
Surat Keputusan

Kelima, mengurus SIUP. SIUP merupakan bagian dari proses mendirikan perusahaan agar perusahaan bisa beroperasi. Mengurus SIUP, saya pikir, agak sama di berbagai tempat.
SIUP
Di Pemda Kabupaten Jakarta misalnya, persyaratan untuk mendapatkan SIUP adalah sebagai berikut:

–   Mengisi Formulir pengajuan SIUP dengan materai

–   Fotocopy KTP penanggung jawab perusahaan (Direktur Utama/Direktur)

–   Pas Photo Direktur Utama/Direktur (berwarna dan berukuran 3×4 sebanyak 2 lembar)

–   Fotocopy NPWP Direktur Utama/Direktur

–   Surat Keterangan Domisili Usaha

–   Fotocopy izin tertentu untuk usaha-usaha tertentu

–   Fotocopy Akte Pendirian dan Pengesahannya (SK dari Departemen Hukum dan HAM)

–  Surat Kuasa bila pengurusan dikuasakan (dengan materai Rp6000) dan KTP yang diberi kuasa

Keenam, mengurus Tanda Daftar Perusahaan (TDP). TDP merupakan bagian dari proses mendirikan perusahaan. Persyaratanya relatif sama untuk berbagai daerah.
TDP
Di daerah Kabupaten Jakarta misalnya, persyaratan untuk mendapatkan TDP adalah sebagai berikut:

–   Mengisi Formulir pengajuan TDP dengan materai

–   Fotocopy KTP penanggung jawab perusahaan (Direktur Utama/Direktur)

–   Pas Photo Direktur Utama/Direktur (berwarna dan berukuran 3×4 sebanyak 2 lembar)

–   Fotofcopy PWP Direktur Utama/Direktur

–   Surat Keterangan Domisili Usaha

–   Fotocopy izin tertentu untuk usaha-usaha tertentu

–   Fotocopy Akte Pendirian dan Pengesahannya (SK dari Departemen Hukum dan HAM)

–  Surat Kuasa bila pengurusan dikuasakan (dengan materai Rp6.000) dan KTP yang diberi kuasa

Itulah langkah-langkah utama untuk mendirikan perusahaan di Kabupaten Jakarta atau di republik ini secara umum. Kalau Perusahaan Anda bergerak di bidang lain, Anda membutuhkan izin tambahan, yang bisa diperoleh dari Badan Perizinan Terpadu (BPT).

Pengesahan

Akta pendirian PT harus disahkan oleh menteri kehakiman. Menurut pasal 9 ayat (1) UU PT; Pengesahan akta pendirian PT diberikan dalam waktu paling lama 60 hari setelah permohonan diterima.

Pendaftaran

Pasal 29 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 menyatakan bahwa akta pendirian yang telah disahkan menteri kehakiman selanjutnya oleh direksi harus didaftarkan sesuai ketentuan UU No.3 Tahun 1982.

Pengunguman

Pasal 30 UU PT:

Menteri mengungumumkan dalam tambahan berita Negara republik indonesia. Bagi direksi PT, perolehan status badan hukum mempunyai arti yang penting karena berdasarkan pasal 23 UU PT dinyatakan bahwa selama belum pendaftaran dan pengunguman, maka direksi secara tanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan PT.

Modal PT

Modal dalam suatu PT Meliputi :

  1. Modal dasar, yaitu sejumlah modal yang dibutuhkan untuk menjalankan perusahaan;

Pasal 31 UU PT menentukan bahwa: modal dasar PT paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

  1. Modal ditempatkan, yaitu sebagian dari modaldasar yang telah disanggupi untuk diambil para pendiri dalam bentuk saham;

Pasal 33 ayat (1) UU PT pada saat pendirian PT, minimal 25% dari modal dasar harus sudah ditempatkan.

  1. Modal disetor, yaitu sejumlah modal yang benar-benar sudah ada dalam kas PT

Pasal 33 ayat (1) UU PT setiap penempatan modal harus telah disetor paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari nilai nominal saham yang dikeluarkan.

Pasal 33 ayat (2) UU PT: seluruh saham yang telah dikeluarkan harus disetor penuh pada saat pengesahan PT dengan bukti penyetoran yang sah.

Sumber :

http://zhanisanisa.blogspot.com/2013/02/cara-mendirikan-perusahaan.html

http://wartawarga.gunadarma.ac.id